Indra Setiadi, seorang buruh pabrik PT EMBEE Tesktil di Cirebon, tengah beristirahat pukul 03.00 di samping mesin cetak kapas. Reza, salah satu rekan kerjanya, berbincang sebentar dengannya sebelum melanjutkan pekerjaannya, mengontrol pendingin ruangan. Dua jam berselang, Reza menemukan temannya tersebut sudah meninggal, dengan kepala terjepit mesin ball press.

Di tempat lain, Muhammad Subur (25) dan Sutik (40), sedang membuat tahu dengan menyalakan mesin ketel uap di sebuah pabrik tahu di Jombang. Satu jam kemudian, ketel uap tersebut meledak, menyebabkan Subur terpental 3 meter, dan tewas seketika karena serpihan ketel uap dan benturan di kepalanya. Diduga ketel uap meledak karena pekerja lupa tidak mengeluarkan uap di dalamnya, sementara api yang digunakan cukup besar.

Sampai saat ini, kasus kecelakaan kerja masih cukup banyak terjadi di Indonesia. Disinyalir dalam setiap jamnya paling sedikit ada 12 kasus kecelakaan kerja. Terhitung pada tahun 2017 saja, angka kecelakaan kerja mengalami peningkatan yang cukup signifikan dimana rata-rata mencapai angka 123 ribu kasus. Berbanding jauh dari tahun 2007 silam, kala itu angka kasus kecelakaan kerja stabil di angka 100 ribu kasus.

Industri manufaktur memegang peringkat kedua dalam banyaknya kasus kecelakaan kerja, sebesar 31%, dibandingkan konstruksi yang memegang peringkat pertama, sebesar 32%.

Pemerintah pun sedang berusaha merevisi UU no 13 tahun 2013, agar sanksi kecelakaan kerja dinaikkan menjadi pidana sekitar 2-4 tahun, dan denda 200 juta – 400 juta rupiah.

Dengan timbulnya kasus kecelakaan kerja maka secara langsung bakal merugikan bagi perusahaan itu sendiri, meskipun memang sudah menjadi tanggung jawab perusahaan terhadap para pekerjanya. Adapun kerugian bagi perusahaan ini dibagi ke dalam dua jenis, yaitu :

1.Biaya langsung, kerugian ini berupa biaya yang harus dibayar langsung oleh perusahaan kepada pekerja, seperti biaya pengobatan serta penggantian alat.

2.Biaya tidak langsung, kerugian ini dibagi lagi ke dalam beberapa macam yakni :

  • Kompensasi kehilangan waktu dari korban.
  • Biaya dari waktu yang hilang karena para pekerja lain berhenti bekerja lantaran adanya kecelakaan kerja.
  • Biaya waktu pengawas yang hilang karena ikut menolong korban.
  • Biaya untuk mengganti kerusakan mesin.
  • Biaya yang disebabkan menurunnya produksi.
  • Biaya terhambatnya proyek yang sedang berlangsung.

Pelatihan untuk Keselamatan Kerja

Beberapa perusahaan sudah menerapkan pelatihan untuk mencegah kecelakaan kerja. Biasanya pelatihan berupa kelas tradisional di mana instruktur dan karyawan menghabiskan waktu bersama-sama untuk mempelajari teknik-teknik menghindari kecelakaan kerja.

Namun problem terbesar untuk pelatihan seperti ini adalah mudahnya karyawan melupakan apa yang dipelajari saat pelatihan. Cara paling efektif adalah terus melakukan pengulangan pelatihan kepada karyawan agar prosedur kerja yang baik dapat diinternalisasi dan otomatis akan diimplementasikan dalam kegiatan produksi sehari-hari. Tapi tuntutan waktu produksi tidak memungkinkan bagi karyawan untuk terus menerus mengulang kelas pelatihan keselamatan kerja tersebut jika menggunakan metode kelas tradisional.

Agar proses pelatihan bisa efektif dan dapat terinternalisasi dalam setiap karyawan, perlu adanya terobosan agar pelatihan dapat dilakukan secara berulang, dan dapat dilakukan masing-masing karyawan di waktu yang sesuai dengan waktu luangnya, tanpa harus memberhentikan proses produksi. Selain itu, manajemen perlu dapat memantau apakah karyawan benar-benar menjalani proses pelatihan tersebut, begitu juga hasilnya.

Solusi

e-learning bisa menjadi solusi agar karyawan dapat menjalankan pelatihan secara berkala, dengan waktu yang fleksibel, tanpa harus menghadiri kelas tradisional. Dengan e-learning, materi dapat dipecah menjadi beberapa video singkat, idealnya 2-4 menit per video. Selain itu, untuk mengukur tingkat pemahaman karyawan, dapat dibuat quiz yang hasilnya dapat dipantau oleh manajemen.

e-learning yang baik juga dilengkapi forum diskusi, agar peserta ajar dapat menanyakan materi yang tidak dipahami, dan instruktur dapat menjawab secara online, meningkatkan efisiensi waktu bagi keduanya.

e-learning dapat dikonfigurasi agar peserta diwajibkan mengulang pelatihan setiap 3 bulan, atau 6 bulan, misalnya. Dan agar pelatihan dapat diakses di mana pun, e-learning yang baik juga menyediakan aplikasi mobile, agar modul pelatihan dapat diakses menggunakan perangkat mobile seperti handphone, tanpa harus menggunakan komputer.

Saat ini platform e-learning Katalis sudah menyediakan semua fasilitas tersebut. Perusahaan tidak perlu lagi melakukan instalasi, ataupun maintenance aplikasi, ataupun menyediakan software dan hardware, karena platform e-learning Katalis sudah berbasis komputasi awan (cloud), sehingga sangat memudahkan perusahaan-perusahaan manufakturing untuk mengimplementasi e-learning dan meningkatkan keselamatan kerja di lingkungannya.

Meningkatkan keselamatan kerja adalah cara kita berkontribusi bagi sesama, dan kepada anggota-anggota keluarganya.

Dapatkan Update Artikel Kami!

* indicates required